Minggu, 03 November 2013

[REPOST] cerita sedih dikit :(

Nih bradersister gua nemu cerpen bagus banget dari http://jetveetlev.tumblr.com
Ijin copas ya om jet!

Story-tellingnya keren parah..
Simak yaa ;)

DIA.
HP ku berdering. Nama Dia tertera disana. Senyumku mengembang.
"Hallo.."
Dan kembali hari itu saya dan Dia berbicara sampai jam 2 pagi padahal esok pagi kami akan bertemu juga di kantor.
Dia adalah kesalahan pertamaku yang juga menjadi kesalahan keduaku.
Kesalahan yang pertama, Dia sekantor denganku.
Kesalahan yang kedua, Dia sudah memiliki kekasih.
Selama 3 bulan, aku dan Dia berbincang, saling menarik hati lewat telephone dan pertemuan di kantor.
Tentu saja sama seperti semua kisah, kekasih Dia bukanlah pria yang tepat untuknya. Aku adalah pria yang paling tepat.
Kekasihnya belum lulus kuliah, aku sudah S2.
Kekasihnya masih dibiayai orang tuanya, aku sudah berkerja.
Kekasihnya suka berjudi bola dan inex, aku tidak berjudi dan tidak pernah mencoba inex.
Kekasihnya masih anak-anak, aku jelas sudah dewasa.
Lewat suara dan pertemuan tiap hari rasa itu semakin bertambah. Dia mengakuinya. Dia kesulitan menentukan pilihan.
Aku ingin melepasnya. Tapi Dia terus menarikku.
Malam itu HP ku berdering lagi, suara Dia tampak berbeda.
"Kenapa?" tanyaku.
"Aku putus."
Senyumku mengembang lebar akhirnya waktu yang kutunggu-tunggu datang.
"Ya sudah.. tidur gih. Besok kita jalan-jalan yah."
Senyumnya tertahan saat Dia kujemput, matanya sembab.
"Cup2.. udah jangan dipikirin." Kataku sambil menggandeng tangannya dan menepuk kepalanya. Sesuatu yang selalu membuatnya tersenyum seperti anak kecil.
Jemarinya memeluk jemariku erat dan kami berjalan menelusuri seluk mall dan cafe di Jakarta.
Hari ini adalah awal dari ribuan hari indah pikirku.
Dunia tidak selalu berputar ke arah yang kita inginkan.
Hanya satu hari saja ia menipuku dengan masa depan dan bayangan palsu.
"Mantanku minta balikkan." Dia mengirim sms ke aku keesokkan harinya.
"Biarkan saja!" Balasku cepat.
Namun terlambat. Kekasihnya melakukan sesuatu yang tak terpikirkan olehku. Sesuatu yang hanya terpikirkan oleh anak-anak kecil.
"Mantanku mengancam bunuh diri jika aku tidak menerimanya kembali."
Jutaan kalimat penguat, kata-kata meyakinkan dariku tidak cukup untuk Dia. Dia memilih kekasihnya kembali.
Seharusnya aku sudah berpaling dari Dia ketika Dia kembali ke pelukan kekasihnya. Tapi hatiku menipuku. Hatiku memberikan kekuatan palsu.
Aku dan Dia kembali bermain dalam hari-hari tanpa kejelasan. Kubiarkan diriku terayun bersama harapan suatu hari Dia akan tersadar.
"Aku ditampar." Isi sms Dia.
Bukan hanya ditampar. Kekasihnya melempar kunci motor ke wajahnya, memaki orang tua Dia.
Dia putus lagi malam itu.
Kekasihnya datang keesokkan harinya. Berlutut, menangis, memohon Dia kembali.
Dan Dia kembali lagi.
Dan aku tetap berdiri menunggu. Kembali.
Disaat Dia dilemahkan kekasihnya, aku menguatkannya.
Aku menjadi suara dan sosok yang ditunggu Dia setiap hari disaat kekasihnya tidak lagi berada dipikiran Dia.
Aku menjadi katalis dari rusaknya hubungan Dia dan kekasihnya.
Aku menjadi sosok yang membuat Dia kuat menjalani hidup karena aku ada di masa depan Dia.. Mungkin.
Mungkin. Kata yang kuat memang. Tapi tidak sekuat kemarahan kekasihnya ketika ia menemukan Dia memiliki Aku.
"brug" bunyi tinju kekasihnya menghantam pelipis kananku.
Aku terhuyung hampir jatuh dan tertahan harga diri.
Aku tatap kekasihnya dengan senyum dan emosi tertahan.
"sabar bro."
"Jangan panggil gue bro! Gue bukan bro loe!" kekasihnya menyahut persis anak-anak.
"Jangan ganggu DIA lagi! Please! Jangan! Gue sayang banget sama Dia." kekasihnya berkata sambil mengelus tangan kirinya yang tadi dia gunakan untuk memukulku. Merah disana.
Aku hanya terdiam.
Pelipis kananku berdenyut, kupikir akan sangat sakit ternyata tidak. Ada sakit yang berbeda di dalam dada. Entah apa.
"Gue sayang banget sama Dia. Please loe jangan kontak Dia lagi. Atau loe mati!" Kekasihnya memohon dan mengancam di satu kalimat.
Aku tetap terdiam, hanya mengangguk.
"kamu gak kenapa-kenapa?" tanya Dia lewat telephone di malam itu.
"Gak kok, gak sakit." Jawabku pelan.
"Dia, ini pembicaraan kita yang terakhir. Aku gak bisa lagi jalanin ini. Aku akan tetap ada sebagai teman." Singkat. Jelas. Dan sakit.
"Tapi.. aku sayang kamu… aku tau ini salah.. tapi.." Dia terdiam. Menangis.
"Ya sudah Dia. Besok kerja." Kutaruh HP ku.
Aku menangis malam itu. Mengutuk dunia. Mengutuk waktu yang terlambat mempertemukanku dengan Dia.
Aku berjanji pada gelapnya malam. Ini air mata terakhir. Ini air mata terakhir.
"Dia, ini sulit. Aku mengerti. Tapi kita memang tidak bisa bersama. Aku tidak bisa lagi menunggu dalam sakit. Aku sayang kamu tapi mungkin memang kita tidak bisa bersama yah."
Isi sms terakhirku untuk Dia.
"Aku ngerti keputusan kamu. Maafkan aku yah.. aku minta maaf udah nyakitin kamu. Aku benar-benar sayang kamu. Aku sayang kamu. Aku sayang kamu."
Dia membalas namun percuma. Yang kubaca hanya barisan kata tanpa makna.
Waktu membawa aku dan Dia berpisah.
Aku jalani hari tanpa Dia. Begitu juga Dia tanpa aku.
Waktu menyembuhkan luka tapi waktu tidak menghapuskan ingatan itu.
Aku melihat Dia di hari itu. Entah sudah berapa tahun terlewatkan.
Hatiku berdegup melihat Dia. Masih dengan kekasihnya yang sama.
Aku menatapnya dari jauh saat Dia tidak menatapku. Kucari rona bahagia di wajahnya dan kutemukan disana.
Ah, mungkin kekasihnya sudah berubah. Yah waktu membuat seseorang bertambah dewasa bukan.
Hari itu hanya satu kali kami bertatapan tanpa saling menegur. Dia mengerti dan aku mengerti.

Andai saja. Hatiku berbisik.
Andai saja itu menyakitkan kawan. Logika ku berteriak.
Dia adalah kesalahan di masa laluku.
"Kesalahan yang indah." kata lagu-lagu Cinta. Begitu juga kata hatiku.
"Tanpa kesalahan tidak akan ada pelajaran." Logika ku berkata pelan.
Kutatap Dia untuk terakhir kali di hari itu.
Hatiku tenang tidak bersuara. Dia sudah kalah dengan logika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar